Saturday, September 21, 2013

Cerpen

The Mistik
Mentari pun telah diatas kepala, bel pulangpun berbunyi dengan nyaring yang membuat hati ini menjadi senang rasanya. Aku segera bergegas mengambil sepeda dan lekas pulang kerumah. Memang aku adalah siswa yang rumah yang rumahnya jauh dari sekolah, untuk menempuh dari rumah sampai sekolah saja aku memerlukan 30 menit dan hanya aku dan temanku Zahra yang sekolah disana. Meskipun aku tidak sendirian dari desa aku enggan berangkat dan pulang bersamanya karena aku tidak terlalu kenal dan akrab dengannya sehingga aku sering berangkat dan pulang sekolah sendirian dan hanya sepeda ontel yang selalu menemaniku.
Sesampainya dirumah aku teringat tugas dari sekolah untuk mencari biografi tokoh pahlawan bangsa. Dan segera aku langkahkan kaki menuju ke rumah temanku Yogi.
“Yogi..!” seruku
“Iya, ada apa?” Tanya Yogi
“nanti malam aku ajak ke warnet mau gak?” ajakku
“jam berapa?” kata Yogi
“jam sembilan” kataku
“sips” kata Yogi

Mentari pun telah tenggelam dalam deburan ombak di laut dan senjapun telah tiba. Maklum desaku terletak di dekat pantai yang jauh dari keramaian kota. Dan jam dindingpun telah menujukan pukul 21.00 WIB, aku dan Yogi kemudian pergi ke warnet bersama dengan dua sepeda, karena di desaku tidak ada warnet sehingga kami pergi ke kota. 20 menit pun telah kami lalui dan akhirnya sampai juga di warnet.

Detik demi detik, menit demi menit dan jam demi jam telah berlalu, tak kusangka hari sudah tengah malam dan jampun telah menunjukan pukul 23.30 WIB padahal tugas yang aku cari sudah selelai sejak tadi tapi namanya juga anak muda kalau udah di warnet bawa’annya pingin main facebook, twitter dan game. Lalu segera kami naiki sepeda kami dan bergegas pulang dari warnet. Ketika itu suasana begitu sunyi serta gerimis yang menerpa kami. Dan akhirnya sampai di jembatan yang menghubungkan desaku dengan desa lain.
Tak terbayangkan oleh ku hal-hal negative yang akan terjadi padaku. Ketika aku melewati jembatan yang terdapat pohon tua dan besar aku melihat susuatu yang menakutkan, itu seperti orang yang di balut kain putih dan berdiri di dekat pohon tua. Entah yogi melihatnya atau tidak soalnya dia di depanku. Aku hanya terdiam seribu bahasa dan menundukan kepala serta hanya do’a dan ayat-ayat al-qur’an yang aku ucapkan itupun di dalam hati. Ingin rasanya ku cepatkan laju sepedaku namun kakiku sulit aku gerakan. Walaupun semua tubuhku gemeteran dan bulu kuduk mulai berdiri aku coba paksakan untuk bergerak dan cepat meninggalkan tempat itu.

Sesampainya di rumah aku ceritakan kepada orang tuaku tentang semua yang telah aku alami.
“Bapak, tadi aku melihat putih-putih seperti pocong” kataku
“ah mana ada pocong, palingan juga itu plastic putih” kata bapak
“beneran pak, tadi aku melihatnya” kataku
“mungkin kamu lagi ngantuk kali, sehingga kamu ngirain itu pocong” kata bapak
“ga’ pak, aku melihatnya sendiri itu beneran pocong” kataku
“bapak ga’percaya, yaudah sana tidur”
Memang orang tua kadang tidak percaya kepada anaknya. Kemudian akupun masuk ke kamar dengan badan masih gemeteran tak karuan. Dan aku harap itu kejadian itu tidak terjadi lagi.

No comments:

Post a Comment