The
Mistik
Mentari pun telah diatas
kepala, bel pulangpun berbunyi dengan nyaring yang membuat hati ini
menjadi senang rasanya. Aku segera bergegas mengambil sepeda dan
lekas pulang kerumah. Memang aku adalah siswa yang rumah yang
rumahnya jauh dari sekolah, untuk menempuh dari rumah sampai sekolah
saja aku memerlukan 30 menit dan hanya aku dan temanku Zahra yang
sekolah disana. Meskipun aku tidak sendirian dari desa aku enggan
berangkat dan pulang bersamanya karena aku tidak terlalu kenal dan
akrab dengannya sehingga aku sering berangkat dan pulang sekolah
sendirian dan hanya sepeda ontel yang selalu menemaniku.
Sesampainya dirumah aku
teringat tugas dari sekolah untuk mencari biografi tokoh pahlawan
bangsa. Dan segera aku langkahkan kaki menuju ke rumah temanku Yogi.
“Yogi..!” seruku
“Iya, ada apa?”
Tanya Yogi
“nanti malam aku ajak
ke warnet mau gak?” ajakku
“jam berapa?” kata
Yogi
“jam sembilan”
kataku
“sips” kata Yogi
Mentari pun telah
tenggelam dalam deburan ombak di laut dan senjapun telah tiba. Maklum
desaku terletak di dekat pantai yang jauh dari keramaian kota. Dan
jam dindingpun telah menujukan pukul 21.00 WIB, aku dan Yogi kemudian
pergi ke warnet bersama dengan dua sepeda, karena di desaku tidak ada
warnet sehingga kami pergi ke kota. 20 menit pun telah kami lalui dan
akhirnya sampai juga di warnet.
Detik demi detik, menit
demi menit dan jam demi jam telah berlalu, tak kusangka hari sudah
tengah malam dan jampun telah menunjukan pukul 23.30 WIB padahal
tugas yang aku cari sudah selelai sejak tadi tapi namanya juga anak
muda kalau udah di warnet bawa’annya pingin main facebook, twitter
dan game. Lalu segera kami naiki sepeda kami dan bergegas pulang dari
warnet. Ketika itu suasana begitu sunyi serta gerimis yang menerpa
kami. Dan akhirnya sampai di jembatan yang menghubungkan desaku
dengan desa lain.
Tak terbayangkan oleh ku
hal-hal negative yang akan terjadi padaku. Ketika aku melewati
jembatan yang terdapat pohon tua dan besar aku melihat susuatu yang
menakutkan, itu seperti orang yang di balut kain putih dan berdiri di
dekat pohon tua. Entah yogi melihatnya atau tidak soalnya dia di
depanku. Aku hanya terdiam seribu bahasa dan menundukan kepala serta
hanya do’a dan ayat-ayat al-qur’an yang aku ucapkan itupun di
dalam hati. Ingin rasanya ku cepatkan laju sepedaku namun kakiku
sulit aku gerakan. Walaupun semua tubuhku gemeteran dan bulu kuduk
mulai berdiri aku coba paksakan untuk bergerak dan cepat meninggalkan
tempat itu.
Sesampainya di rumah aku ceritakan
kepada orang tuaku tentang semua yang telah aku alami.
“Bapak, tadi aku melihat putih-putih
seperti pocong” kataku
“ah mana ada pocong, palingan juga
itu plastic putih” kata bapak
“beneran pak, tadi aku melihatnya”
kataku
“mungkin kamu lagi ngantuk kali,
sehingga kamu ngirain itu pocong” kata bapak
“ga’ pak, aku melihatnya sendiri
itu beneran pocong” kataku
“bapak ga’percaya, yaudah sana
tidur”
Memang orang tua kadang tidak percaya
kepada anaknya. Kemudian akupun masuk ke kamar dengan badan masih
gemeteran tak karuan. Dan aku harap itu kejadian itu tidak terjadi
lagi.
No comments:
Post a Comment